Selasa, 22 Februari 2011

KOTA CIREBON TEMPO DOELOE

situasi Gunung Sari tempo doeloe, kini sudah berdiri mall yang cukup besar Grage Mall
Photo tempo doeloe perempatan Kedjaksan Kota Cirebon 
Pabean/ pelabuhan Cirebon tempo doeloe

 foto foto diambil dari berbagai sumber

Minggu, 20 Februari 2011

GEDUNG KUNO DI CIREBON

Gedung Korem 063/ Sunan Gunung Jati Cirebon, kini sudah tidak ada lagi dan berubah menjadi sebuah mall 
Rumah Sakit Gunung Jati di Kesambi, Kota Cirebon ( atas ) sekarang, ( bawah ) gedung jaman dulu 


 Gedung Negara ex Karesidenan Cirebon di Kerucuk ( atas ) sekarang, ( bawah ) Gedung jaman dulu
 Keterangan : Foto foto dari berbagai sumber.

GEDUNG KUNO DI CIREBON

Kelenteng Winaon Kota Cirebon 
Kantor Post Besar di Cangkol, Kota Cirebon 
Stasiun Parujakan Kota Cirebon 
 Data foto dari berbagai sumber

Sabtu, 19 Februari 2011

GEDUNG KUNO DI CIREBON


Gedung Bank Mandiri tempo dulu, sebelah klenteng Kota Cirebon

Gedung Balai Kota Cirebon, foto tahun 1927 
Gedung Pabrik Rokok BAT, Kota Cirebon, foto tahun 1930 

Jalan Pasuketan Kota Cirebon, tempo dulu 
 Keterangan : foto foto di ambil dari berbagai sumber

Rabu, 16 Februari 2011

BANGUNAN LAMA YANG PERLU DI LESTARIKAN


Bangunan kuno Keraton Kacirebon - foto pertengahan pebruari 2011

-Bangunan depan 

 - ruang tengah dengan pintu yang lebar

 - tihang tihang di ruang belakang yang cukup besar menopang bangunan

 - tihang besar di samping bangunan utama

 - bangunan kuno yang berada di belakang keraton, kini di fungsinkan untuk gedung kesenian Keraton

 - Bangunan kuno di belakang Keraton, sekarang di jadikan rumah tinggal kerabat Keraton

UJUNG JALAN KOTA


perempatan jalan utama Kanggraksan, Kota Cirebon, yang biasanya ramai, tapi saat di jepret kok lengang ya... -foto pertengahan pebruari 2011

Jalan pekalipan Kota Cirebon- foto pertengahan pebruari 2011

Jalan Sudarsono, Kota Cirebon nyaman banyak di tumbuhi pohon pohonan- foto pertengahan pebruari 2011


Senin, 14 Februari 2011

Pasuketan



Dari arah Kasepuhan ke Pasuketan kami tempuh dengan berjalan kaki (akhirnya hujan reda juga) selama kurang lebih 15 menit. Pasuketan konon berasal dari banyaknya kuda dan tumpukan rumput (suket) di daerah situ, sehingga namanya adalah pasuketan. Bener enggaknya kami pun tak tahu. Pasuketan ini merupakan sentra perdagangan, dulu (sekarang juga kayaknya), di simpangnya (perempatannya) kami melihat gedung tua yang kami cari, gedung BAT (British American Tobacco), di sisi yang lain juga ada gedung apa dulunya kami kurang tahu, tapi sekarang menjadi Bank Mandiri, disampingnya ada Wihara Dewi Welas Asih kemudian di sampingnya lagi ada Pelabuhan Cirebon. (ga sangka kami sudah berada hampir di ujung utara pulau Jawa neh, karena pasti Pelabuhan Cirebon adalah sarana ngetemnya kapal dari Laut Jawa sana). Seperti halnya karakter kota pelabuhan pada umumnya, seperti Jakarta, Semarang dan Surabaya. Pembangunan dan sentra perdagangan pada umumnya pernah tumbuh pesat dan berkembang di area ini. Kota tua di Jakarta dan Kota Lama di Semarang juga termasuk kawaan yang dekat pelabuhan. Wisata Kota Lama yang sedang di rekonstruksi di Surabaya juga berada di sekitar pelabuhan, jadi tepatlah kiranya, kalau kami hendak berburu sisa sejarah di sini.

Kami sampai di simpang Pasuketan ini kurang lebih pukul 14.45 dan langsung jeprat-jepret. Kami kurang tahu sejarah gedung BAT ini, jadi maap-maap tidak ada laporan yang berarti dari kami tentang gedung BAT. Yang kami tahu, bahwa gedung ini adalah pabrik rokok putih yang terkemuka di dunia. Gedung BAT ini didirikan tahun 1924 dengan diarsiteki Biro Arsitek Hulswit Fermond Ed Cuypers dengan gaya art deco (apaan si art deco ini). Gedung sekaligus parbrik rokok ini mulai beroperasi tahun 1924.

Ada kesan kagum melihat gedung BAT ini. Jauh dari bayangan kami akan gedung tua yang kotor, rapuh dan tak terawat. Gedung ini justru sebaliknya. Gedung yang didominasi warna putih dan sedikit warna krem pada bagian bawahnya ini sangat rapi. Jika alasannya adalah karena gedung ini masih digunakan, akan sangat banyak sekali contoh gedung tua yang walaupun masih digunakan tapi tidak sebersih dan serapi BAT ini. Lihat saja bangunan gedung pabrik gula-pabrik gula yang masih beroprasi sampai saat ini. Kebanyakan dari mereka adalah gedung tua, dan masih digunakan, tapi tetap saja, jorok. Salut banget deh buat pengelola gedungnya. Misalnya semua gedung tua bisa sebersih itu, makin cantiklah wisata kota tua/ atau kota lama itu.sumber http://sejarahcirebon.blogspot.com

Minggu, 13 Februari 2011

Kelenteng Ban Hing Kiong

 

 Kelenteng Ban Hing Kiong di jalan DI Panjaitan, Kota Manado, Sulawesi Utara

Kelenteng Ban Hing Kiong lokasinya berada di tepian sebuah jalan yang lalu lintasnya cukup padat, yaitu Jl. DI Panjaitan, Manado, Sulawesi Utara. Kelenteng Ban Hing Kiong ini didirikan pada 1819, dan tampaknya merupakan kelenteng yang tertua di Sulawesi Utara. Meskipun demikian, Kelenteng Ban Hing Kiong tetap memancarkan keindahan bangunan dan ornamennya, serta terlihat masih terawat dengan baik.

Kata Ban berarti banyak, Hing adalah berkah berlimpah, sedangkan Kiong artinya istana, atau secara harafiah berarti Istana yang memberikan berkah berlimpah.  Kelenteng Ban Hing Kiong adalah kelenteng Tri Dharma, yaitu kelenteng yang digunakan sebagai tempat beribadah bagi penganut Kong Hu Cu, Tao, dan Buddha.


Pintu gerbang masuk ke dalam kompleks Kelenteng Ban Hing Kiong dengan bentuk bangunan, ornamen dan warna oriental yang khas, sementara bangunan utama Kelenteng Ban Hing Kiong tampak di latar belakang dengan halaman depan yang cukup luas.


Pintu tengah Kelenteng Ban Hing Kiong ditutup pagar bambu sebagai tanda untuk tidak masuk lewat pintu utama. Sebagaimana juga di Pura, pintu tengah biasanya hanya dibuka ketika ada acara tertentu. Ukiran sepasang burung Hong, atau Phoenix, terlihat indah bertengger di atas pintu utama maupun pintu samping.  Pintu masuk Kelenteng Ban Hing Kiong juga dijaga oleh sepasang arca singa dan sepasang ukiran naga yang melingkar di pilar kelenteng.



Sejauh yang dicatat, Kelenteng Ban Hing Kiong pernah direnovasi pada tahun 1854-1859, dan kemudian direnovasi lagi pada tahun 1895-1902.  Kelenteng Ban Hing Kiong kembali diperbaiki setelah rusak terkena pemboman tentara Jepang pada 7 September 1944. Kelenteng Ban Hing Kiong juga pernah terbakar pada 14 Maret 1970, dan pembangunan  kembali Kelenteng Ban Hing Kiong dilakukan pada tahun 1971 – 1975. Pada banyak peristiwa, kerusakan dan kehancuran memberi ruang untuk perbaikan ke tingkatan yang lebih tinggi, bagi mereka yang bisa tetap bertahan.
 

 Foto memperlihatkan ornamen dan perlengkapan ibadah khas kelenteng yang berada di ruang utama Kelenteng Ban Hing Kiong, dengan dominasi warna merah dan kuning. Sebuah hiolo (tempat menancapkan batang hio yang dibakar) tampak diletakkan menggantung di tengah ruangan. Sebuah penempatan hiolo yang tidak saya lihat di kelenteng lain.


Saya pun masuk dari pintu samping Kelenteng Ban Hing Kiong, dengan melepas sepatu. Seorang anak muda mendekat dan dengan ramah menyapa, lalu mempersilahkan saya melihat berkeliling  untuk memotret, tanpa batasan apa pun. Foto di atas adalah salah satu altar di ruang utama. Setelah berkunjung ke banyak tempat ibadah, baik kelenteng, pura, gereja, mau pun masjid, dibolehkan tidaknya memotret sangat bergantung kepada siapa yang berada di sana ketika itu, ketimbang pada kebijakan yang berlaku. Pendekatan pribadi pun kadang diperlukan.


Sebuah altar dengan ornamen patung orang suci dalam pakaian perang yang indah. Panglima perang yang masyhur, seperti Kwan Kong misalnya, Kaisar, atau pun orang yang dipercaya memiliki kelebihan atau kesucian semasa hidupnya, sering dipuja untuk mendapatkan berkah spiritual maupun berkah kehidupan.



Altar Tri Nabi Agung, yaitu Lao Tze, Buddha dan Kong Hu Cu yang berada di lantai dua Kelenteng Ban Hing Kiong. Hiolo berwarna keemasan dengan detail ornamen yang indah terlihat menghiasi altar ini.


Tiga patung dewa yang terbuat dari keramik dengan detil indah yang masing-masing menggendong seorang bayi dengan raut wajah cerah dan menyejukkan. Beberapa patung dewa ini dan beberapa ornamen di Kelenteng Ban Hing Kiong didatangkan dari daratan Cina.


Di lantai tiga Kelenteng Ban Hing Kiong disimpan dua buah meriam antik berukuran sedang yang ditempatkan di sisi kiri kanan ruangan. Meriam antik dengan ornamen indah ini konon merupakan hadiah dari VOC, yang logo dan tahun pembuatannya masih terlihat dengan sangat jelas pada batang meriam, dengan meriam tertua bertahun pembuatan 1778. Pada bagian tengah ruangan terbuka di lantai ini terdapat satu meriam antik yang tidak kalah indahnya dengan ukuran yang lebih kecil.


Kelenteng Ban Hing Kiong merupakan sebuah kelenteng cantik di kota Manado, Sulawesi Utara, yang ramah bagi para pengunjung, terutama yang ingin bersembahyang atau pun mereka yang datang untuk sekadar mengagumi keindahan bangunan, arca, ukiran dan ornamen kelenteng yang halus dan indah. Kelenteng Ban Hing Kiong adalah kelenteng yang layak anda kunjungi ketika sedang berada di kota Manado.  Sumber http://thearoengbinangproject.com

Gedung Bank Mandiri Cirebon

 

 Gedung Bank Mandiri Cirebon di Jl. Kantor Kota Cirebon

Kota Cirebon sangat kaya dengan gedung-gedung tua peninggalan jaman kolonial Belanda. Ini bisa dimaklumi karena lokasi strategis Kota Cirebon sebagai kota pelabuhan sangatlah penting artinya bagi roda perekonomian pemerintah kolonial Belanda. Semua gedung tua itu mungkin saat ini sudah berstatus Cagar Budaya yang dilindungi undang-undang.

Salah satu gedung tua di Kota Corebon adalah Gedung Bank Mandiri Cirebon yang terletak di pojokan Jl. Kantor No.4, Cirebon, bersebelahan dengan Klenteng Dewi Welas Asih, dan berseberangan dengan Gedung BAT, yang juga merupakan sebuah gedung tua.


Tampak samping Gedung Bank Mandiri Cirebon di Jl. Kantor. Gedung bertingkat ini masih terlihat kokoh dan anggun, dengan sebuah menara kecil di puncaknya dan bentuk lengkung geometris di bawahnya. Di bagian depan atas, sejajar lurus dengan pintu masuk, terdapat konstruksi mencuat di atas genteng yang berpuncak segitiga dengan ornamen di sepanjang sisinya.

 

 Gedung Bank Mandiri Cirebon di Jl. Kantor Kota Cirebon
Masalah klasik bagi pemotret adalah kabel-kabel telepon dan kabel listrik yang sangat mengganggu pemandangan. Bandingkan dengan gambar pertama yang kabel-kabelnya telah ‘dihilangkan’, yang tentu lebih sedap dipandang mata. Tampaknya petinggi PLN, petinggi Telkom, serta pemerintah daerah, perlu bersinergi untuk menciptakan keindahan kota dengan menanam kabel di bawah tanah, dan memperhatikan letak lampu-lampu jalan.

Sayang saya tidak bisa menemukan informasi mengenai sejarah Gedung yang sekarang digunakan sebagai salah satu kantor cabang Bank Mandiri Cirebon ini. Sebaiknya website Bank Mandiri, dan website bank atau perusahaan lain yang saat ini menggunakan gedung-gedung tua, menambahkan sebuah halaman yang menceritakan tentang riwayat gedung yang mereka tempati itu. Sumber http://thearoengbinangproject.com